Beberapa tahun terakhir, saya rutin mengabadikan perkembangan Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui kanal digital pribadi. Dari jalanan berlumpur hingga pencanangan groundbreaking, saya menyaksikan langsung transformasi sebuah kawasan hutan menjadi proyek bersejarah bangsa.
Namun, ada satu momen yang cukup emosional bagi saya, bukan karena megahnya infrastruktur, melainkan karena pengakuan terhadap hal yang selama ini saya lakukan secara alami: menjaga bahasa.
📜 Sebuah Piagam dari Kantor Bahasa
Pada 3 Oktober 2024, saya menerima penghargaan dari Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur. Dalam piagam itu tertulis: “Pegiat Media Sosial yang Mengutamakan Bahasa Negara di Ibu Kota Nusantara.”
Penghargaan ini diberikan dalam acara resmi di Balikpapan, sebagai bagian dari program nasional Pengutamaan Bahasa Negara.
“Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tapi jati diri bangsa,” — Dian Rana
📖 Dari Bahasa Negara ke Bahasa Indonesia
Sebagian orang mungkin bertanya-tanya: kenapa disebut "Bahasa Negara", bukan "Bahasa Indonesia"?
Pada saat itu, istilah "Bahasa Negara" masih digunakan resmi oleh Badan Bahasa. Baru di tahun 2025, melalui Permendikbudristek No. 2 Tahun 2025, istilah tersebut disesuaikan menjadi "Bahasa Indonesia" sesuai peraturan perundang-undangan.
🤝 Bahasa, Media Sosial, dan Identitas Bangsa
Bagi saya, menjaga bahasa di media sosial bukan berarti harus formal dan kaku. Justru, itu cara saya menunjukkan bahwa kita bisa modern tanpa kehilangan akar budaya.
Dan penghargaan ini—sekecil apa pun bagi orang lain—adalah pengingat bahwa bahasa masih punya tempat terhormat di tengah hiruk-pikuk konten viral.
Salam dari Ibu Kota Nusantara,
Dian Rana